Wednesday, May 6, 2015

Menodai Bidadari Kampus Sexy

Kutuntun tangan lembut itu menyusuri jalan setapak yang sunyi senyap. Sesekali kupandangi wajah gadis yang walaupun nampak sangat lelah dan kesakitan, namun masih memancarkan kecantikannya; kecantikan yang belum pernah aku temukan semasa enam puluh tahun aku menghembuskan napas. Langkahnya terseok-seok, mungkin karena kakinya yang telanjang itu kesakitan saat menginjak jalan yang berkerikil. Dari balik sarung yang membungkus tubuhnya, kuintip belahan dadanya yang sangat merangsang siapapun yang melihatnya. Ingin rasanya kusetubuhi gadis itu sekali lagi, namun aku sudah terlanjur berjanji membawanya ke kantor polisi di desa terdekat.
Terbukti bukan hanya aku yang mengagumi kecantikan gadis itu. Pak polisi yang membukakan pintu kantornya pun terperanjat saat melihat seorang kakek tua yang menuntun sesosok bidadari yang hampir telanjang bulat, hanya dibungkus sarung yang menutupi sebagan payudaranya, sampai beberapa senti di bawah selangkangannya.

“Ada apa ini Kek?” tanya sang polisi dengan muka yang kebingungan; antara dikuasai nafsu dan rasa simpati terhadap sosok bidadari malang di depannya.

“Ini Pak, tadi saya temukan anak ini tergantung di pohon dekat rumah. Kasihan dia, Pak, kayaknya korban pemerkosaan dan penganiayaan.”

“Siapa nama kamu, nak?”

“Harumi…” ujar gadis itu lirih. Jujur selama semalaman kunikmati gadis itu, aku belum mengetahui namanya. Sekarang aku tahu mengapa ia begitu mirip gadis Jepang seperti yang di film-film porno – karena ia memang seorang gadis Jepang! Gila, mimpi apa aku semalam bisa meniduri gadis Jepang yang cantik seperti Harumi? Walaupun selama tinggal di kota aku sering “jajan”, belum pernah kutemukan gadis yang sesempurna Harumi ini. Aku sedikit menyesal mengantarkan Harumi ke kantor polisi. Harusnya aku simpan gadis ini di rumahku sebagai budak seks pribadiku. Namun kupikir hal itu akan terlalu beresiko.

“Silakan duduk, Neng. Ambil minuman kalau kamu haus,” kata pak polisi

“Sekarang kamu bisa ceritakan apa yang terjadi sama kamu?” lanjutnya.

Harumi tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Matanya yang sipit menatap tembok dengan tatapan kosong. Aku yakin dia sangat trauma atas apa yang menimpa dirinya sebelum aku menemukan dia di hutan dalam keadaan yang mengenaskan. Aku juga berharap agar dia tidak menceritakan kalau akulah yang terakhir menikmati tubuhnya, toh aku sudah memaksa dia berjanji untuk tidak melaporkan perbuatanku asalkan kuantar dia ke kantor polisi.

Keheningan yang panjang itu terganggu saat kami mendengar suara ketukan di pintu. Seorang lelaki muda – mungkin seumuran dengan Harumi – masuk ke dalam ruangan itu setelah pak polisi membukakan pintunya.

“Pak, saya mau mencari teman saya yang hilang. Kemarin saat… Loh, Harumi, kamu kok bisa di sini??” tanya lelaki itu dengan wajah panik.

Tangisan Harumi langsung meledak saat ia menatap lelaki itu. “Itu orangnya Pak! Dia yang memperkosa saya!” teriak Harumi sambil menunjuk-nunjuk orang tersebut.

Lelaki itu hendak kabur, namun aku dan pak polisi segera menghalangi langkahnya dan menyeret dia ke kursi di sebelah Harumi.

“Siapa nama kamu?!” tanya sang polisi.

“Dimas, Pak. Pak sumpah bukan saya, saya bisa ceritain semua.”

“Wah, saya tau dari mana nih mana yang benar. Kita harus periksa kalian bertiga dulu.”

“Pak, anak itu bawa tas. Coba diperiksa tasnya, siapa tau ada barang bukti,” ujarku menyela percakapan mereka. Aku takut kalau diperiksa, nanti ketahuan kalau aku juga telah memperkosa Harumi. Maka itu aku berusaha untuk membuat Dimas sebagai sosok yang bersalah. Kubuka resleting tasnya, lalu kusibak isinya. Isinya hanya ada dompet, botol minum, dan sebuah buku notes. Kukeluarkan buku itu, lalu kubaca isinya bersama dengan pak polisi. Dari situlah aku mengetahui apa yang telah menimpa Harumi sebelum aku berjumpa dengannya. Bodoh sekali anak ini, pikirku dalam hati, masak ia menuliskan semua yang ia lakukan di buku, kan bisa jadi barang bukti. Entahlah, mungkin ia ingin menjadi penulis cerita seks.

Kami melangkah turun dari mobil van yang membawa kami dari Jakarta hingga ke tempat kamping ini. Kutunggu sampai mobil van kedua sampai beberapa menit kemudian. Saat pintunya terbuka, turunlah sang bidadari kampus itu dengan senyumnya yang mempesona. Aku benar-benar tidak percaya, mau-maunya gadis lugu ini kita ajak ikut ke tempat ini, padalah kami belum kenal terlalu lama dengannya. Semuanya berawal dari ide Devi, juara kedua lomba Miss University 2014. Ia berencana untuk balas dendam kepada Harumi yang berhasil menjadi juara pertama kontes kecantikan tersebut. Katanya sih Harumi curang karena menjilat para juri, namun kalau aku jadi juri pun aku pasti memenangkan Harumi tanpa harus dijilat, kecuali dia mau “menjilat” penisku, tentu aku tidak menolak hehe.. Devi mengajak teman-temannya dan beberapa cowok yang terkenal berandal di kampus – termasuk aku – untuk mengerjai Harumi. Kapan lagi aku bisa mengerjai cewek paling cantik di kampus, pikirku. Maka akupun tidak akan melewatkan kesempatan ini.

Aku yakin Harumi sama sekali tidak curiga saat Devi dan teman-teman ceweknya mengajak Harumi untuk ngobrol bareng di dalam pondok yang kami sewa itu. Sementara mereka mengobrol di kamar, kami para cowok mulai merencanakan apa saja yang akan kami lakukan terhadap Harumi.

“Pokoknya gue yang dapet duluan ya! Gue kan yang paling tua!” kata Deni, si mahasiswa abadi yang gak lulus-lulus.

“Terserah lu bro, kita mah ngalah sama orang tua,” ujar Roy, disambut dengan tawa anak-anak lainnya.

“Pokoknya gue mau ngerasain pantatnya yang montok nih, penasaran selama ini gue liatnya ketutupan celana melulu,” sahut Evan.

“Lu kebiasaan maen sama cowok sih, demennya dari belakang!”

“Ah yang ini kan beda bro, pantat Jepang nih, kapan lagi bisa ngerasain coy!”

“Diem lah lu semua, udah paling enak jadi gue yang merawanin, udah lama nih gue gak ngerasain memek perawan!”

“Salah lu tiap kali pacaran sama lonte melulu”

Percakapan ngelantur kami dihentikan saat cewek-cewek itu mulai keluar dari dalam pondok. Mereka menggandeng tangan Harumi untuk berjalan menuju ke pepohonan yang ada di depan pondok.

“Harumi, kita mau kasih hadiah spesial nih buat kamu yang udah menang Miss University,” ujar Devi.

“Wihh apaan nih hadiahnya?” jawab Harumi.

“Kamu tutup mata dulu dong, biar surprise nih,” sahut Mita.

Saat Harumi sedang menutup matanya, aku dan Deni langsung memegang kedua tangan Harumi, lalu menyandarkan tubuh Harumi ke sebatang pohon. Dengan cepat kami melingkarkan tangan Harumi ke belakang pohon itu, lalu mengikatnya dengan tali yang kami siapkan.

“Apa-apaan nih, gue mau diapain?” tanya Harumi dengan polosnya.

“Kita mau kasih lo pelajaran, goblok!” teriak Mita, dengan nada yang sangat bertentangan dengan caranya bicara sebelumnya.

“Lo kira lo pantes jadi ratu kecantikan di kampus? Lo kan orang asing, bangsa penjajah pula!” tambah Devi, sambil tangannya menampar pipi Harumi.

“Ouch! Heh denger ya, walaupun bokap gue Chinese dan nyokap gue orang Jepang, gue tetep orang Indonesia yah! Gue lahir di Indonesia, tumbuh di sini, bahkan ngomong Jepang atau Mandarin gue gak bisa! Gue kan…mmmphh!” ceramah Harumi terputus saat kami membekap mulutnya dengan sapu tangan.

“Berisik lo jablay, kita gak mau denger khotbah lo! Pokoknya buat kita lo gak pantes menang, dasar tukang curang!” bentak Rina.

“Guys, silakan lakukan tugas kalian!” perintah Devi.

Aku mengeluarkan cutter dari kantong celanaku, lalu mengacungkannya tepat di depan wajah Harumi.

“Denger yah blay, kalo lo berani ngelawan, pentil lo gue potong pake ini!” ujarku dengan nada yang dibuat seolah mengancam. Padalah belum pernah aku mengancam orang seperti itu.

“Mmmmphhhh!” teriakan Harumi tersumbat oleh sapu tangan yang terikat menutup mulutnya, sementara kami mulai mengikat kakinya supaya tidak terus menendang-nendang. Ia semakin histeris saat aku mencengkeram kaosnya dan mengarahkan cutter ke sana. Dengan kasar kusobek kaosnya hingga bagian atas tubuhnya hanya tertutup bra warna putih yang berenda. Aku berhenti sebentar sambil mengagumi pemandangan luar biasa di depanku ini. Dua buah bukit indah yang putih mulus itu berguncang-guncang saat pemiliknya meronta-ronta ingin melepaskan diri, yang rupanya hanya menambah nafsu para penontonnya. Tidak sabar menanti diriku yang hanya terbengong-bengong, Roy segera memeloroti celana pendek Harumi, sementara Evan menarik bra Harumi hingga lepas. Kini tubuh molek itu hanya ditutupi oleh celana dalam berwarna putih, dengan pita pink yang tepat berada di atas kemaluannya. Tidak mau kecolongan bagian yang paling mengasyikkan, aku segera memeloroti celana dalam itu hingga ke lututnya. Kami mundur beberapa langkah untuk menyaksikan sang bidadari kampus yang kini telanjang bulat sambil terus menangis dan berusaha melepaskan diri, namun ikatan yang kami buat cukup kuat untuk menahan dirinya.

“Ih jorok banget mekinya banyak bulu gitu, cantik-cantik kok males cukuran sih,” ujar Rina sambil tertawa-tawa. “Nih gue punya silet, tolong cukurin dong, Van!” lanjut Rina, sambil menyerahkan sebuah silet ke tangan Evan. Evan pun langsung mendekatkan kepalanya ke depan selangkangan Harumi, kemudian mengendus aroma organ kewanitaannya itu. Lalu dengan kasar ia mulai mencukur rambut kemaluan Harumi, tanpa mengoleskan krim dan tanpa belas kasihan. Badan Harumi yang senantiasa menggelinjang membuat ujung silet yang tajam itu melukai kulit Harumi, namun nampaknya hal tersebut membuat Evan semakin menikmati pekerjaannya, demikian juga dengan para penonton. Dalam beberapa menit, kami dapat melihat garis tipis di selangkangan Harumi yang tidak ditutupi sehelai rambut pun. Benar-benar luar biasa pemandangan itu, sungguh berbeda dengan punya pacarku yang bentuknya sudah amburadul.

Devi segera mengeluarkan HP-nya untuk mengabadikan momen itu, namun segera dicegah oleh Mita. “Sebentar, gue punya aksesoris nih,” katanya. Ia mengeluarkan sebuah mahkota perak yang terbuat dari plastik, lalu meletakannya di kepala Harumi, membuatnya terlihat seperti di malam saat ia memenangkan kontes kecantikan. Selain itu, Mita juga mengeluarkan secarik kertas yang bertuliskan “Ayam Kampus”, namun ia kebingungan untuk menempelkannya di tubuh Harumi.

“Nih, gue punya peniti,” ujar Rina seraya menyodorkan sebuah peniti ke Mita. Mita menancapkan kertas itu ke peniti, lalu mendekatkannya ke payudara Harumi. Kontan bidadari itu pun menggelengkan kepalanya dengan keras dan berusaha untuk menjerit, namun usahanya sia-sia; Mita tetap menancapkan peniti itu, menembus puting susu Harumi yang sebelah kanan. Aku dapat mendengar jeritan Harumi yang membangkitkan gairahku, di saat darah menetes dari puting susunya yang terluka. Tidak hanya Devi, kami semua mengeluarkan HP untuk memotret si ratu kecantikan yang kini telanjang bulat dan tidak berdaya, lengkap dengan mahkotanya, bahkan dengan kertas “Ayam Kampus” yang menggantikan selendang “Juara I” yang ia kenakan di malam kemenangannya. Cewek-cewek itu terlihat begitu puas karena dapat mempermalukan saingannya itu.

“Sebentar lagi lo jadi artis bokep nih, semua anak di kampus bakal punya foto bugil lo! Kalo perlu kita jual yah, emangnya lo doang yang bisa buka online shop!” kata Devi.

“Jangan lupa cek IG kita ya sis, ada foto cewek Jepang bugil loh,” canda Rina, disambut dengan tawa teman-temannya.

“Dim, gue pinjem ikat pinggang lo dong,” ujar Mita.

“Buat apaan Mit?” jawabku, sembari melepaskan ikat pinggang.

“Gue pengen bikin adegan kayak di film Fifty Shades nih, kayaknya asik yah.”

“Wah ide bagus Mit!” sahut Devi. Para cewek itu pun segera meminjam ikat pinggang kami. Karena tidak semuanya memakai ikat pinggang, beberapa dari mereka mencari ranting atau rotan yang berserakkan di sekitar pohon. Setelah semuanya mendapatkan cambuknya masing-masing, Mita mulai memberi aba-aba.

“Satu… dua… tiga!”

“Ctarrrr!” lecutan ikat pinggang pertama mendarat di perut Harumi yang rata.

“Mmmphhhhhhhhh!” jeritan Harumi tertahan oleh sapu tangan yang membekap mulutnya.

“Gue pengen denger dia teriak dong. Bodo amat toh gak ada yang denger kan di tengah hutan?” usul Deni. Semuanya menyetujui ide tersebut, lalu Deni segera melepas sapu tangan dari mulut Harumi.

“Anjing lo semua! Gue laporin ke rektor lo semua! Gue bakal …”

“Ctarrrr!” ujung ikat pinggangku yang berbahan kulit itu kembali mendarat di tubuh Harumi, kali ini di buah dadanya. Bukit putih mulus itu kini dinodai oleh sebuah garis merah yang membentang dari puting susu hingga ke pangkal payudaranya.

“AAAAAKKHHHH SAKITTTT ANJENGGG!”

“Makanya jangan berisik, blay! Coba pukul pake rotan, gue mau liat bedanya!” ujar Evan.

“Ctarrrr!” Rina mengayunkan batang rotan tipis di tangannya ke arah paha Harumi. Kali ini bekasnya lebih dari sekedar garis merah, melainkan luka lecet dengan warna merah yang lebih gelap.

“Sakit gilaaa, lepasin gueee!”

Tentu saja tidak ada yang menggubris permintaan gadis lugu itu. Jeritan demi jeritan terus keluar dari mulutnya yang mungil tiap kali tubuhnya yang mulus dilukai oleh sabuk dan rotan.

“Ssshhh... udah please stop, kalian mau minta apa aja gue kasih deh! Gue gak bakal lapor siapa-siapa asal kalian lepasin gue tolonggg..” ujar Harumi sambil menahan sakit yang mendera tubuhnya. Caci maki yang tadinya ia lontarkan mulai berubah menjadi tawaran halus yang terkesan mengiba, walaupun tetap saja sia-sia. Tidak mungkin kami melepaskan bidadari ini begitu saja, sebelum kami menikmati tiap jengkal tubuhnya yang sempurna, sebelum kami menggagahi setiap lubang yang bisa kami manfaatkan.

Cewek-cewek itu juga semakin bernafsu mencambuki tubuh Harumi tanpa mau gantian dengan kami para cowok. Merupakan suatu kebahagiaan bagi mereka untuk menghancurkan tubuh yang konon katanya paling indah di kampus kami. Namun tubuh molek itu kini tampak sangat mengenaskan, kulitnya yang putih mulus dihiasi oleh garis-garis merah dan lecet-lecet, beberapa luka bahkan hingga meneteskan darah. Sebelum tubuh itu semakin tak karuan, aku segera menghentikan mereka.

“Udah woy, kalo sampe terlalu rusak entar gue gak nafsu pakenya ah.”

“Ah ga seru lo Dim,” ujar Rina. Sementara itu mata Harumi yang berkaca-kaca menatapku dalam-dalam, seolah ingin berterimakasih. Namun ia tidak tahu bahwa itu hanyalah permulaan dari pesta kami para cowok. Kubalas tatapan itu dengan tatapan penuh nafsu, tatapan yang seakan memperkosanya dari jauh. Tanpa basa-basi, Deni yang sudah booking untuk giliran pertama segera melepaskan pakaiannya, lalu mendekati Harumi yang masih terikat di pohon sambil menangis tersedu-sedu. Mulutnya mendekat ke bibir Harumi yang sensual, lalu Deni mulai menciumi bidadari itu dengan paksa, sementara tangannya meremas-remas payudara Harumi.

“Jangan please Den, gue masih perawan Den. Gue bisa nggak dianggep anak kalo gini ceritanya, please..” tutur Harumi dengan lemah.

“Sekali lagi lo berisik, peniti ini gue pindahin ke meki lo ya!” bentak Deni sambil mencabut peniti yang tadi digunakan untuk menancapkan kertas ke puting susu Harumi. Gadisi itu hanya menggeleng pasrah sementara Deni kembali melumat bibirnya, kemudian tangannya mulai mengusap-usap kemaluan Harumi yang baru saja digunduli itu. Tidak lama kemudian, dapat kulihat jari-jarinya mulai bermain di dalam liang vagina Harumi. Gadis itu mulai mendesah tak karuan, kuyakin ini pertama kalinya ia dirangsang seperti itu. Aku yakin pacarnya yang kuliah di luar negeri tidak pernah sampai sejauh ini, ia kelihatannya seperti anak baik-baik. Kasihan sekali cowok polos itu ketika tahu pacarnya yang cantik ini akan kehilangan keperawanannya dengan cara yang menyedihkan. Bodo amat, pasti cowok itu tidak dapat memberikan kenikmatan yang dapat kami berikan.

Permainan jari Deni di dalam liang vagina Harumi semakin liar. Mulai dari satu jari, dua jari, hingga akhirnya seluruh jari Deni mengobok-obok lubang yang kuyakin masih sangat sempit itu. Ekspresi wajah Harumi sungguh luar biasa, antara menahan gairah dan menahan malu karena ditontoni oleh teman-teman kampusnya. Harga dirinya pasti sudah benar-benar hancur pada saat itu, terlihat dari matanya yang terus mengucurkan air mata walaupun ia sedang mengalami kenikmatan yang sebelumnya belum pernah ia rasakan.
Tiba-tiba Deni mengeluarkan jari-jarinya dari liang vagina Harumi, lalu menciumi jari-jarinya itu.

“Gila, udah basah banget dia! Baru juga bentar, dasar jablay amatir hahahaha” ledeknya. “Nih, kalo ada yang mau cium meki Jepang wanginya kayak gimana, cium tangan gue nih!”

Benar saja, Harumi mengalami orgasme pertamanya dalam hitungan beberapa menit. Maklum, namanya juga baru pertama kali. Tapi dalam hati aku ingin membuatnya sampai orgasme berkali-kali. Aku ingin membuat sampai orgasmenya terasa menyakitkan. Namun aku harus menunggu giliranku sementara Deni mulai menyodokkan batang penisnya ke dalam vagina Harumi.

“Akkkhhhh… jangannnn, pleaaaseeee!”

Deni mulai memompa penisnya dengan brutal, membuat tubuh Harumi tersentak dan terbentur-bentur ke batang pohon di belakangnya. Cewek-cewek segera mengeluarkan HPnya dan merekam adegan persenggamaan itu dari berbagai sudut. Sementara para cowok mulai memegangi penis kami dari balik celana, karena begitu menggairahkannya pemandangan di depan kami. Deni mempercepat gerakannya, hingga tiba-tiba ia mendorong pantatnya kuat-kuat agar penisnya semakin menancap di vagina Harumi dan menembus selaput dara sang bidadari kampus itu.

“Gilaaa enak banget nih merawanin lonte Jepang.. ahhhh sempit bangettt” Deni mulai merancau penuh nikmat.

“Awwwwhhhh sakittt….sialann…akh..akhh..bangsat looo…akh..” sahut Harumi di tengah desahan-desahannya yang tidak dapat ia tahan. Selain penisnya yang semakin brutal, tangan Deni juga semakin brutal meremas dan memilin-milin payudara Harumi yang membusung di hadapannya. Jari-jarinya memencet-mencet puting susu Harumi yang tadi ditancapkan peniti, hingga darah mulai keluar dari putingnya yang terluka itu. Deni juga mengelus-elus luka bekas cambukan yang menghiasi payudara dan perut Harumi, kadang-kadang ia juga mencubit luka yang masih terbuka sehinga Harumi mendesis akibat rasa perihnya.

Beberapa kali Deni berhenti sejenak berusaha untuk menahan orgasme, namun bidadari di hadapannya itu terlalu sulit untuk ditahan, hingga akhirnya Deni memompa vagina Harumi dengan kecepatan maksimum sampai ia mencapai orgasmenya. Ia menyemprotkan spermanya ke dalam vagina Harumi, walaupun gadis itu telah memohon-mohon supaya Deni tidak mengeluarkan spermanya di dalam. Tangisan Harumi kembali memecah kesunyian hutan itu ketika Deni mencabut batang penisnya dari vagina Harumi. Dengan ekspresi yang sangat kesal, Harumi meludah ke arah Deni hingga mengenai dadanya.

“Plakkk!” sebuah tamparan mendarat di pipi Harumi, hingga bibirnya berdarah. “Kurang ajar yah lo cewek jalang! Udah gue kasih kenikmatan, lo bales gue kayak begini?!” bentak Deni. Tersulut emosi, Deni memungut peniti yang tadi ia lempar ke tanah, lalu berlutut dan menjepit klitoris Harumi.

“Ahhh.. jangan, jangan, ampun gue gak maksud,” pinta Harumi setelah menyadari apa yang akan dilakukan Deni. Deni tidak peduli, dengan sadis ia menancapkan peniti itu hingga menembus bagian paling sensitif itu. “Awwwwwhhhh sakitttttt!” pekik Harumi ketika peniti itu melukai klitorisnya sampai mengeluarkan darah, bercampur dengan darah keperawanan dan sperma yang keluar dari vaginanya. Senyum lebar menghiasi wajah Devi dan teman-temannya. Pasti mereka merasa amat puas karena telah memilih para berandalan sadis seperti kami untuk memberi pelajaran kepada gadis malang yang menjadi musuhnya itu.


WARNING:
* Cerita-cerita ini memuat adegan pemerkosaan dengan unsur-unsur penyiksaan/BDSM. Bagi yang kurang suka cerita panas dengan unsur tersebut, mungkin bisa di-skip biar gak nyesel.
* Cerita-cerita ini asli karangan ane & belom pernah ane post di forum laen.
* Cerita-cerita ini hanya fiktif, kesamaan nama, tokoh, atau peristiwa adalah tidak disengaja.
* Thanks for reading!

0 comments:

Post a Comment