11:00
Dalam rangka memperingati ulang tahunnya yang ke-21, Celsi mengajak
teman-temannya berlibur di sebuah resort pinggir pantai di daerah
Sulawesi selama sepekan. Hari ini, Celsi dan teman-temannya memutuskan
untuk pergi berselancar. Karena semua temannya adalah wanita, dan pantai
tersebut sangat sepi dan terpencil, maka Celsi tidak risih dengan hanya
menggunakan pakaian renang yang cukup seksi.
“Hati hati Cel, ombak hari ini lumayan gede loh,” kata salah seorang teman Celsi untuk memperingatkannya.
“Ah tenang aja, udah biasa kok,” ujar Celsi santai, tanpa tahu apa yang akan menimpa dirinya di hari itu.
Ternyata benar kata teman Celsi, ombak hari itu lebih keras dari
biasanya. Teman-teman Celsi memilih untuk tidak berenang terlalu jauh ke
tengah laut, namun Celsi yang pemberani memilih untuk terus berenang ke
tengah untuk mencari ombak yang lebih menantang. Alhasil, tubuh Celsi
dihempas oleh sebuah ombak besar dan menghantam sebuah karang hingga ia
pingsan. Tubuhnya yang tidak sadar itu terombang-ambing oleh ombak,
hingga terbawa ke sebuah daerah yang agak jauh dari resort tempat ia
menginap.
14:00
Saat sadar dari pingsannya, Celsi menemukan dirinya tergeletak di
pinggir sebuah pantai. Tidak ada siapa-siapa di pantai itu, kecuali
dirinya yang masih mengenakan pakaian renang, dengan kepala yang agak
terluka akibat benturan tadi. Dengan upaya untuk mencari pertolongan,
Celsi berjalan masuk ke daratan yang dipenuhi pohon-pohon.
14:30
Setelah berjalan kira-kira setengah jam, Celsi akhirnya tiba di sebuah
desa. Desa itu sangat terpencil, hampir tidak ada akses jalan
keluar-masuk dari sana. Tiba-tiba seorang pria menunjuk Celsi dan
berteriak.
“Heh siapa kamu? Dari mana kamu datang?” ujar pria itu dengan nada keras.
“Emm.. saya tersesat sampai ke sini, bisa tolong bantu saya mencari
jalan pulang?” ucap Celsi dengan terbata-bata karena ketakutan melihat
sosok dan mendengar suara pria itu.
Tanpa mengindahkan permintaan Celsi, pria itu bersikeras untuk membawa
Celsi ke pemimpin desa tersebut. Pemimpin desa tersebut adalah seorang
pemuka adat, ia yang berhak memutuskan hampir segala hal dalam desa itu.
Ternyata di komunitas itu berlaku peraturan bahwa “wanita yang
berpakaian tidak sopan harus dihukum cambuk sampai mati”. Setelah
mendengar sang pemuka adat membacakan aturan itu, Celsi langsung
merinding ketakutan, mengingat ia masih mengenakan hanya pakaian renang.
Celsi semakin ketakutan ketika melihat mata para pria yang berkumpul di
tempat itu, yang menatap tubuh Celsi yang seksi dengan tatapan liar.
14:50
Pemuka adat desa itu mengumpulkan semua pria dewasa di desa itu, yang
jumlahnya kurang lebih 50 orang. Beberapa pria menyeret Celsi ke tengah
sebuah lapangan kosong, lalu mengikat tangan Celsi ke belakang
kepalanya. Dengan posisi tangan terikat ke belakang kepala, terlihat
ketiak Celsi yang putih, mulus, dan terawat, serta payudaranya yang
menjadi agak tertarik ke atas. Sungguh merupakan pemandangan yang
menggiurkan semua pria di tempat itu. Di tempat terpencil seperti itu,
jarang sekali mereka melihat gadis secantik Celsi.
Dengan kasar, mereka melucuti bagian atas pakaian renang Celsi, lalu
memeloroti bagian bawahnya. Terlihatlah payudara Celsi yang bulat dan
padat, dengan puting susu yang mengacung karena berjam-jam terendam air,
dihiasi aerola yang berwarna pink. Perutnya sangat rata, menambah
kesempurnaan lekuk tubuhnya. Vaginanya yang ditutupi oleh bulu-bulu
halus juga terpampang di hadapan kelimapuluh pria yang semuanya
memandangi tubuh Celsi dengan decak kagum. Rambutnya yang hitam panjang
dengan ujung yang agak bergelombang, masih basah karena terendam air,
menambah nafsu para pria itu.
Sang pemuka adat memutuskan bahwa kelimapuluh pria itu berhak
mendapatkan giliran untuk mencambuki tubuh Celsi yang kini telanjang
bulat itu. Celsi yang tidak bisa berbuat apa-apa karena dikelilingi
puluhan orang itu hanya menutup matanya, pasrah akan apa yang akan
terjadi pada dirinya, dengan harapan ini hanyalah mimpi dalam tidurnya.
Harapan itu buyar ketika cambukan pertama mendarat di pantat Celsi,
meninggakan bekas garis merah di bongkahan pantat yang terlihat kenyal
itu. Celsi tidak bisa bernapas selama sekian detik, lalu berteriak
sekeras-kerasnya akibat rasa sakit dan panas yang luar biasa pada
pantatnya. Belum sempat pulih dari rasa sakit itu, cambuk itu telah
dioper ke pria kedua, yang mengarahkan cambuk itu ke punggung Celsi.
Cambukan itu lebih keras dari yang pertama, sehingga Celsi jatuh
tersungkur ke tanah.
Sang pemuka adat menendang tubuh Celsi dan memaksanya untuk bangkit
berdiri. Dengan keadaan tangan yang terikat ke belakang, sangat sulit
bagi Celsi untuk bangkit berdiri, sehingga perlu dibantu oleh sang
pemuka adat, walaupun dengan sangat kasar. Sesegera Celsi kembali
bangkit berdiri, cambukan ketiga mendarat di dekat puting susunya,
disusul dengan cambukan keempat di perutnya. Setelah cambukan kedelapan,
Celsi kembali jatuh karena begitu kerasnya cambukan-cambukan itu.
Merasa bahwa Celsi akan terus terjatuh dan kesulitan untuk bangkit
berdiri, sang pemuka adat memaksa Celsi untuk berlutut, dengan posisi
pantat yang terangkat dari tanah.
Cambukan demi cambukan mendarat di tubuh Celsi yang tadinya putih mulus
itu, berselang-seling dengan jeritan memilukan yang keluar dari
mulutnya. Berkali-kali Celsi terjatuh dan dipaksa untuk kembali berlutut
untuk menerima kesakitan yang lebih dalam lagi.
15:25
Kelimapuluh pria di desa itu sudah mendapatkan giliran mencambuki tubuh
Celsi, bahkan beberapa di antara mereka sudah mendapatkan kesempatan
lebih dari sekali. Celsi kini hanya tergeletak tak berdaya di tanah,
tidak sanggup untuk bangkit berlutut lagi. Sekujur tubuhnya dipenuhi
garis-garis merah bekas cambukan yang kejam itu. Akhirnya sang pemuka
adat menghentikan penyiksaan terhadap Celsi dan beranjak mendekati tubuh
Celsi. Kemudian ia menyeret Celsi untuk bangkit berdiri, walaupun masih
dalam keadaan sempoyongan. Celsi masih terus merintih akibat rasa perih
di sekujur tubuhnya, terutama di pantat, payudara, dan sekitar
kemaluannya, yang menjadi bagian tubuhnya yang paling sering menjadi
sasaran cambukan.
Setelah berdiskusi dengan pria-pria lainnya, sang pemuka adat memutuskan
untuk menahan Celsi di desa itu untuk sementara waktu. Mereka kemudian
menggiring Celsi untuk menuju ke pinggiran desa tersebut. Untuk menambah
penderitaannya, mereka mengikatkan sebuah pemberat ke pergelangan kaki
Celsi, sehingga ia sulit untuk melangkah. Di lehernya, dikalungkan
sebuah papan kardus yang bertuliskan “Pelacur Murahan – Siksa Saya
Sepuasnya”, membuat Celsi semakin merasa terhina. Selama perjalanan,
mereka tidak henti-hentinya mencambuki punggung dan pantat Celsi dari
belakang, sambil memaksanya untuk berjalan lebih cepat. Hampir seluruh
warga desa itu keluar dari rumahnya masing-masing untuk menyaksikan
arak-arakan penyiksaan itu, mulai dari anak kecil sampai orang tua.
Beberapa dari mereka bahkan melempari tubuh Celsi dengan telur busuk
atau bebatuan, menambah luka-luka di tubuh malang itu.
16:10
Setelah perjalanan yang cukup panjang – dikarenakan Celsi yang
berkali-kali terjatuh karena beban di kakinya dan cambukan dari belakang
– akhirnya mereka tiba di pinggiran desa. Mereka melepaskan ikatan di
tangan dan kaki Celsi, lalu mengikatkan tubuh telanjang itu di sebuah
tiang lampu. Kedua tangannya dinaikan ke atas, lalu pergelangan
tanggannya diikat ke belakang tiang lampu itu. Demikian juga dengan
kedua kakinya, diikatkan dengan tali tambang ke tiang lampu tersebut.
Kaki Celsi terangkat beberapa jengkal dari tanah, sehingga seluruh beban
tubuhnya bergantung pada tangannya yang diikat keras-keras. Dengan
posisi yang agak tinggi, kini semua orang yang berkumpul di sana dapat
melihat tubuh Celsi yang terlihat semakin menggairahkan karena
keringatnya dan luka-luka di sekujur tubuhnya. Mereka pun meninggalkan
tempat itu, dan membiarkan Celsi yang telanjang bulat tergantung di
tiang lampu itu.
17:00
Hujan lebat turun mengguyur desa itu, juga membasahi tubuh Celsi yang
tidak tertutup sehelai kain pun. Keadaan itu membuat Celsi menggigil
kedinginan, menambah penderitaannya yang masih berusaha menahan rasa
sakit akibat siksaan-siksaan sebelumnya.
19:00
Hari sudah malam, dan hujan pun telah reda. Para penduduk berlalu-lalang
melewati jalan tempat di mana Celsi tergantung di tiang lampu. Beberapa
wanita memandang Celsi dengan ekspresi jijik, berbeda dengan setiap
lelaki yang berhenti sejenak ketika melewati tiang itu, untuk memandangi
keindahan tubuh Celsi. Namun mereka tidak berani menyentuh tubuh Celsi,
karena takut dikenai hukuman bila ada yang melihat kejadian itu.
19:20
Beberapa anak lelaki kecil melewati tiang itu dan berhenti karena
melihat sesuatu yang tidak biasa mereka lihat. Mereka menertawakan Celsi
serta mengata-ngatainya pelacur murahan, seperti papan yang masih
tergantung di leher Celsi. Celsi yang merasa kesal karena diolok-olok
anak kecil itu menyuruh mereka untuk diam. Bukannya menuruti permintaan
Celsi, anak-anak itu membisikan sesuatu ke telinga temannya. Lalu,
bersama-sama mereka memeloroti celana masing-masing dan mengencingi paha
dan kaki Celsi. Beberapa bahkan menggesek-gesekan penisnya ke paha
Celsi untuk memeperkan air kencingnya. Celsi semakin merasa terhina
karena diolok-olok dan dikencingi oleh anak-anak itu.
19:45
Seorang pedagang buah melewati jalan itu dan berhenti sejenak untuk
melihat “fenomena” desa itu. Tubuh Celsi yang masih basah karena diguyur
hujan nampak mengkilap saat terkena cahaya lampu jalan di atasnya.
Pemandangan itu semakin menggairahkan si pedagang buah, yang menatapi
tubuh Celsi dari ujung kepala hingga ujung kakinya. Melihat daerah
kemaluan Celsi yang ditumbuhi bulu-bulu halus, si pedagang buah itu
mendapatkan sebuah ide. Ia mengambil pisau buah yang selalu ia bawa saat
berjualan. Lalu dengan kasar, si pedagang buah mencukur rambut kemaluan
Celsi hingga botak. Pisau itu beberapa kali mengenai daging Celsi ,
sehingga ia merintih kesakitan dan meminta si pedagang buah untuk
berhenti. Setelah rambut kemaluannya dicukur habis, vagina Celsi yang
masih berupa garis tipis kini terlihat jelas. Si pedagang buah itu
hendak menyentuh selangkangan Celsi ketika Celsi berteriak keras-keras.
Takut perbuatannya itu diketahui penduduk yang lain, si pedagan buah itu
cepat-cepat melarikan dirinya.
19:50
Mendengar jeritan Celsi, seorang pria menghampiri tiang itu, namun ia
tidak menemukan siapa-siapa di situ, kecuali Celsi yang berusaha minta
tolong. Untuk menghentikan rintihan minta tolong itu, pria tersebut
mengambil kain dari kantongnya, lalu menyumpal mulut Celsi hingga tidak
bisa bersuara. Pria itu cukup terkejut ketika melihat daerah kemaluan
Celsi yang sudah botak, lalu muncullah sebuah ide jahat dalam kepalanya.
Ia mengambil sebatang rokok dari kantongnya, lalu menyalakan rokok
tersebut. Setelah menghisapnya beberapa kali, ujung rokok yang menyala
itu disundutkan ke vagina Celsi. Jeritan Celsi tertahan oleh kain yang
menyumpal mulutnya, namun tubuhnya berguncang hebat karena rasa sakit di
vaginanya itu. Berulang kali pria itu menyundutkan rokok panas tersebut
ke vagina Celsi, semakin lama semakin ke dalam. Tidak hanya vagina
Celsi, rokok itu juga menyentuh pusar dan kedua puting susu Celsi,
meninggalkan bekas hitam. Setelah puas menyiksa tubuh Celsi dengan
rokok, pria itu meninggalkan Celsi yang terus merintih kesakitan.
20:15
Seorang pemuda yang iseng membawa sebotol sirup, lalu melumuri payudara
dan daerah sekitar selangkangan Celsi dengan sirup tersebut. Lalu dengan
spidol permanen, ia menulis di perut Celsi “Silakan nikmati sirup di
tubuh saya, gratis!” Selain tulisan itu, ia juga mencoret-coret tubuh
Celsi dengan kata-kata kasar dan gambar-gambar jorok, layaknya mencoreti
tembok.
20:25
Tiga orang pemuda melihat tulisan yang tertera di perut Celsi. Setelah
melihat ke sekitar mereka untuk memastikan tidak ada yang melihat,
mereka pun langsung menyerbu tubuh Celsi dengan lidah mereka. Yang
seorang menjilati payudara Celsi yang sebelah kanan, temannya mendapat
bagian payudara yang sebelah kiri, sementara teman satunya lagi
menjilati vagina Celsi. Celsi merasakan sensasi aneh ketika
bagian-bagian sensitif tubuhnya dijilati oleh tiga orang pria. Sambil
menjilati tubuh Celsi, ketiga pria itu juga meremas-remas payudara Celsi
dengan kasar, meninggalkan bekas merah di payudara Celsi. Mereka juga
menggunakan jari mereka untuk menusuk-nusuk liang kemaluan Celsi yang
sudah terluka karena disundut rokok tadi. Bahkan seorang dari mereka
memasukkan tiga jarinya sekaligus ke dalam vagina Celsi yang masih
sangat sempit itu.
21:35
Sekelompok kuli bangunan melihat papan yang masih tergantung di leher
Celsi yang mengizinkan siapapun untuk menyiksa dirinya. Mereka
berdiskusi sejenak, lalu mereka mengeluarkan beberapa buah paku dan
sebuah pemantik. Celsi menatap dengan ngeri ketika salah seorang kuli
memanaskan ujung paku dengan api dari pemantik. Paku panas itu lalu
ditancapkan dalam-dalam ke dalam vagina Celsi. Rasa sakit pada vagina
Celsi kian menjadi-jadi, membuatnya tidak bisa bertahan tanpa
mengguncang-guncangkan tubuhnya. Kelima kuli bangunan tersebut
masing-masing menancapkan sebuah paku panas ke dalam vagina Celsi.
Ketika kelima paku itu telah ditancapkan, terlihat darah mulai mengalir
keluar dari vagina Celsi yang masih perawan itu.
22:05
Seorang pria paruh baya berhenti untuk menikmati “hiburan gratis” yang
menjadi buah bibir pada malam itu. Pria itu menciumi dan menjilati
ketiak Celsi yang terbuka lebar karena kedua tangannya terikat ke atas.
Keringat dan aroma ketiak Celsi sangat menggairahkan bagi pria itu.
Tangannya menggerayangi sekujur tubuh Celsi, berakhir di payudaranya
yang montok itu. Ia meremas-remas payudara itu keras-keras, lebih keras
dari pria-pria sebelumnya. Celsi yang merasa kesakitan
menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha meminta pria itu untuk
berhenti. Namun mulutnya yang tersumpal kain itu tidak bisa mengutarakan
maksudnya.
“Kenapa sayang? Gak suka Cuma digrepe doang? Mau yang lebih enak?” ujar pria itu.
Pria itu berhenti meremas payudara Celsi, lalu mulai menampari kedua
belah payudara Celsi. Bulatan daging itu berguncang ke kanan dan ke kiri
setiap kali ditampar oleh pria itu. Celsi kembali menggeleng-gelengkan
kepalanya dan menangis karena tidak tahan akan rasa sakit dan panas di
kedua payudaranya itu, ditambah paku panas yang masih menancap di
vaginanya. Melihat itu, pria bejat itu berhenti menampari payudara
Celsi. Namun ia masih belum puas. Dipilin-pilinnya kedua puting susu
Celsi secara bergantian, hingga perlahan tapi pasti kedua puting susu
Celsi mengacung keras. Pria itu lalu melepas kedua anting yang ia
kenakan di telinganya, lalu menancapkan anting itu ke kedua puting susu
Celsi. Terdengar suara jeritan yang tertahan dari mulut Celsi, bersamaan
dengan menetesnya darah dari kedua puting susunya.
23:00
Jalanan sudah sangat sepi ketika tiba-tiba sang pemuka adat datang
bersama kira-kira 30 orang pria lainnya. Mereka melepaskan ikatan pada
tangan dan kaki Celsi, lalu menyeretnya ke sebuah lapangan di dekat
tempat itu. Sesampainya di sana, mereka mencabut anting yang tertancap
pada kedua puting susu Celsi dengan keras, sehingga Celsi merasakan
puting susunya hampir sobek. Paku-paku yang tertancap di vagina Celsi
juga dilepaskan, sehingga darah mengucur dari dalam liang kemaluannya.
Sumpalan kain di mulut Celsi digantikan dengan lakban yang mereka bawa.
“Bapak-bapak sekalian, silakan nikmati pelacur gratis ini, antri sesuai
dengan nomor yang telah ditentukan tadi,” ujar sang pemuka adat, memecah
keheningan malam.
Ternyata ketigapuluh pria itu sudah mendapatkan nomor antrian untuk
menikmati tubuh Celsi malam itu. Celsi kembali menangis ketakutan
membayangkan tubuhnya akan diperkosa oleh 30 pria dalam waktu semalaman.
Sang pemuka adat mendapatkan giliran pertama untuk memperkosa Celsi. Ia
segera melepaskan pakaiannya, lalu berlutut di depan tubuh Celsi yang
dipegangi oleh dua pria lainnya.
“Awas kamu kalau melawan, kami tidak segan-segan untuk menyiksa kamu
lebih parah dari semua yang tadi kamu alami!” ancam sang pemuka adat.
Celsi hanya meneteskan air mata tanpa mampu menjawab.
“Jawab!” bentak sang pemuka adat sambil menampar pipi Celsi yang
bersimbah air mata. Celsi cepat-cepat menganggukkan kepalanya dengan
terpaksa. Kemudian sang pemuka adat mulai merentangkan kedua kaki Celsi,
lalu memposisikan penisnya tepat di depan vagina Celsi. Tanpa
basa-basi, ia langsung menghujamkan penisnya ke dalam vagina Celsi yang
belum pernah disetubuhi itu. Jeritan Celsi tertahan oleh plester di
mulutnya, namun dapat dipastikan ia merasakan sakit yang luar biasa.
Sang pemuka adat memompa vagina Celsi dengan brutal, sambil
meremas-remas kedua payudaranya. Beberapa menit kemudian, ia melepaskan
penisnya dari vagina Celsi, lalu ia menduduki perut Celsi yang rata. Ia
lalu memposisikan penisnya di antara kedua belah payudara Celsi,
kemudian tangannya menggesek-gesekkan payudara Celsi ke penisnya. Tidak
lama kemudian, penisnya memuncratkan sperma ke wajah Celsi. Sisa sperma
pada penisnya kemudian dipeperkan ke payudara Celsi.
Pria kedua yang mendapatkan giliran untuk memperkosa Celsi memposisikan
tubuh Celsi dalam posisi menungging. Pantatnya yang montok menjulang ke
atas, ditopang oleh pahanya yang putih mulus. Pria itu lalu menancapkan
penisnya ke dalam vagina Celsi, lalu memaju-mundurkan badannya, dengan
kedua tangannya bertumpu pada pinggul Celsi. Sambil menyetubuhi Celsi
dari belakang, pria itu juga meremas-remas pantat Celsi. Bahkan
kadang-kadang ia menampar pantat Celsi keras-keras, menimbulkan bunyi
“plak” yang menggairahkan pria-pria lain yang menontonnya sambil
mengocok penis mereka masing-masing. Setelah beberapa menit, pria
tersebut berejakulasi di dalam vagina Celsi.
Pria yang mendapatkan giliran ketiga dan keempat memutuskan untuk
memerkosa Celsi secara bersamaan. Celsi dibiarkan dalam posisi
menungging, lalu kedua pria itu berlutut di depan dan di belakang tubuh
Celsi. Pria yang di belakang merenggangkan bongkahan pantat Celsi untuk
mencapai anusnya, lalu menusuk-nusuk lubang itu dengan jarinya. Setelah
beberapa lama, pria itu lalu menancapkan penisnya ke lubang dubur
Celsi, lalu memompanya dengan brutal. Pria yang di depan lalu membuka
plester pada mulut Celsi. Spontan Celsi pun berteriak kesakitan karena
penis berukuran besar yang sedang menyerang lubang pantatnya. Mulut
Celsi yang terbuka lebar itu langsung dimasuki oleh kepala penis pria
yang berada di depannya, yang memaksa Celsi untuk mengulum penisnya.
Lubang pantat dan mulut Celsi diperkosa secara bersamaan selama beberapa
menit, hingga akhirnya kedua pria tersebut melepaskan penisnya dari
lubang pantat dan mulut Celsi. Darah mengalir dari lubang pantat Celsi
yang lecet-lecet karena bergesekkan dengan penis pemerkosanya, sementara
penis pemerkosanya berlumuran darah dan kotoran tubuh Celsi. Kedua pria
itu kemudian bertukar tempat. Pria yang habis memperkosa anus Celsi
menyodorkan penisnya ke depan wajah Celsi dan menyuruhnya untuk
mengulumnya. Celsi pun enggan memasukan penis yang berlumuran darah dan
kotorannya sendiri itu ke dalam mulutnya, namun karena diancam ia pun
mengulum penis itu dengan penuh rasa jijik. Sementara itu, lubang
pantatnya kembali diperkosa oleh pria yang tadi dioral oleh Celsi.
Beberapa lama kemudian, kedua pria itu berejakulasi bersamaan di dalam
mulut dan anus Celsi.
01:45
Dua puluh tiga pria telah memperkosa Celsi pada malam naas itu. Semua
bagian tubuh Celsi yang bisa dibilang hampir sempurna itu telah dipakai
untuk memuaskan nafsu pria-pria bejat tersebut. Mulai dari vaginanya
yang kini bengkak dan bentuknya tidak karuan, lubang pantatnya yang
terus-menerus mengeluarkan darah, mulutnya yang mungil, tangannya yang
lembut yang dipaksa untuk mengocok penis pria-pria itu, bahkan celah di
antara ketiaknya pun juga diperkosa. Lima pria yang terakhir bahkan
memperkosa tubuh Celsi yang sudah tak berdaya itu secara bersamaan:
seorang memperkosa vagina Celsi dari bawah, seorang temannya menyodomi
dubur Celsi dari atas, seorang lagi memaksa Celsi untuk mengulum
penisnya, sementara dua orang lagi memaksa Celsi untuk mengocok penis
mereka dengan kedua tangannya. Berkali-kali juga Celsi pingsan karena
kesakitan dan kelelahan, namun ia diguyur dengan air dingin dan
ditampari supaya bangun kembali.
Setiap kali seorang pria (atau lebih) sedang mendapat giliran untuk
memperkosa Celsi, pria-pria lainnya mengocok penis mereka sambil
menonton tayangan gratis itu. Sperma-sperma yang keluar dari penis
mereka kemudian dikumpulkan dalam dua buah baskom kecil. Setelah sperma
dari kira-kira dua puluh pria telah terkumpul di kedua baskom itu,
mereka membenamkan wajah Celsi ke baskom pertama. Wajah Celsi pun
berlumuran sperma, yang kemudian mengalir ke leher dan ke celah di
antara kedua payudaranya. Mereka memaksa Celsi untuk menjilati sisa-sisa
sperma di baskom pertama itu sampai bersih. Sperma dalam baskom kedua
kemudian disiramkan ke atas kepala Celsi, kemudian ke seluruh tubuhnya.
Celsi dipaksa untuk meratakan sperma itu ke seluruh tubuhnya, hingga
kini seluruh tubuhnya tertutupi oleh sperma. Bahkan mereka memaksa Celsi
untuk mengeramasi rambutnya dengan sperma itu, yang tentu saja membuat
Celsi jijik melakukannya. Kemudian ia disuruh untuk menjilati sperma itu
dari tubuhnya sendiri. Sisa sperma pada tubuhnya kemudian dijilati oleh
pria-pria lain, terutama sperma pada bagian payudara dan vaginanya.
Tiba-tiba, datanglah sekelompok ibu-ibu, termasuk di antaranya istri
sang pemuka adat. Mereka menyadari bahwa suami-suami mereka hilang
secara bersamaan, dan mereka yakin pasti suami-suaminya sedang menikmati
tubuh Celsi. Para wanita paruh baya itu menghentikan pria-pria yang
sedang asyik memperkosa tubuh Celsi. Mereka menyuruh para pria itu untuk
kembali menggantungkan tubuh Celsi di tiang tempat ia digantungkan
sebelumnya. Dalam hati, Celsi merasa bersyukur karena ada yang menyudahi
penderitaannya itu. Ternyata dugaan Celsi salah: penderitaannya belum
berakhir. Para ibu itu marah dan menyalahkan Celsi karena datang ke desa
itu sehingga menggoda suami-suami mereka. Lalu mereka mengambil
beberapa batang rotan dari pohon rotan yang tumbuh di dekat situ, lalu
menggunakan rotan itu untuk memukuli tubuh Celsi. Pukulan dari rotan
tipis itu lebih menyakitkan daripada cambukan-cambukan yang ia terima
sebelumnya, sehingga menimbulkan lecet-lecet di sekujur tubuhnya.
Beberapa luka di tubuhnya bahkan mengeluarkan darah dalam jumlah yang
lumayan banyak. Bagian-bagian sensitif seperti vagina dan payudaranya
pun tidak luput dari pukulan rotan ibu-ibu yang marah besar itu. Setelah
melampiaskan amarah mereka, ibu-ibu itu pun berhenti memukuli tubuh
Celsi, lalu mengancam suami-suami mereka agar tidak melepaskan Celsi
dari ikatan di tiang itu.
02:40
Tujuh orang pria yang belum sempat mendapat giliran memperkosa Celsi
menyelinap keluar untuk menikmati tubuh Celsi tanpa melepaskannya dari
tiang itu. Mereka meremas-remas payudara dan pantat Celsi secara
bergantian, tanpa peduli betapa kesakitannya tubuh Celsi yang penuh luka
itu. Mereka juga menohok-nohok vagina Celsi dengan berbagai benda,
mulai dari kepalan tangan mereka, ujung botol beling, hingga patahan
cabang pohon. Seorang di antara mereka bahkan menyodok-nyodok vagina
Celsi dengan linggis hingga vaginanya berdarah-darah. Celsi sudah tidak
mampu lagi berteriak, hanya rintihan-rintihan lirih yang keluar dari
mulutnya saat tubuhnya disiksa habis-habisan. Terakhir, ketujuh pria itu
menggunakan ikat pinggang mereka untuk mencambuki tubuh Celsi, hingga
akhirnya Celsi pingsan karena rasa sakit yang luar biasa.
07:00
Paginya, wanita-wanita di desa itu menuntut kepada sang pemuka adat
untuk mengenyahkan Celsi dari desa itu. Setelah berunding, mereka pun
melepaskan tubuh Celsi dari ikatan di tiang lampu itu. Celsi langsung
jatuh tersungkur ke tanah. Rasa sakit di sekujur tubuhnya membuatnya
terlalu lemas untuk bangkit berdiri. Mereka pun menyeret tubuh malang
itu ke tengah hutan, lalu memutuskan untuk meninggalkannya di sana.
Untuk memastikan agar Celsi tidak berjalan ke desa lain dan menceritakan
apa yang terjadi pada dirinya, mereka sepakat untuk menyiksa Celsi
hingga tidak sadarkan diri. Mereka mematahkan cabang-cabang pohon dari
pohon-pohon besar di hutan itu, lalu menggunakannya untuk memukuli tubuh
Celsi. Hampir seluruh tubuh Celsi memar-memar dan berdarah akibat
dipukuli dengan cabang pohon itu. Bahkan mereka juga menancapkan cabang
pohon sepanjang kira-kira 25 cm ke dalam vagina dan anus Celsi. Kini
tubuh Celsi pun tergeletak tak berdaya di tengah hutan itu, berlumuran
darah, tanpa mengeluarkan suara apapun dari mulutnya. Dalam keadaan
seperti itu pun tubuh Celsi tetap telihat menggairahkan. Seorang dari
mereka memeriksa denyut nadinya untuk memastikan Celsi masih hidup.
Bahkan beberapa dari mereka bersama-sama mengencingi tubuh Celsi yang
sekarat itu. Mereka lalu menendang tubuh Celsi ke dalam sebuah lubang
yang ukurannya kurang lebih seukuran tubuh Celsi, lalu meninggalkan
Celsi yang malang di tempat itu.
Hingga sekarang, teman-teman dan keluarga Celsi tidak tahu apa yang
terjadi pada Celsi saat liburan itu. Mereka juga tidak tahu apakah gadis
kesayangan mereka itu masih hidup atau tidak. Mereka menganggap bahwa
ia hanyut terbawa ombak saat pergi berselancar dengan teman-temannya.
0 comments:
Post a Comment