Jarum jam di tangan santi menunjukkan pukul 11.00 malam, saat ia membuka
gerbang kosan yang telah ditutup sejak 2 jam yang lalu. Ia berjalan
kelelahan setelah seharian mengerjakan tugas kelompok bersama 3
temannya.
Santi adalah mahasiswi Ilmu Komunikasi di salah satu PTN di wilayah
Bandung. Saat ini ia tengah menempuh semester 6. Santi termasuk
mahasiswi yang rajin dengan IPK di atas 3,5. Tetapi lain halnya untuk
urusan asmara.
Santi merogoh tas mencari kunci kamar kosannya. Saat itu penjaga kosan bernama Pak Damar menyapanya.
“Neng Santi. Baru pulang malam-malam begini?”
“Eh, Pak Damar.”, Ujar Santi dengan sedikit terkejut sambil menoleh, “Iya, Pak. Baru selesai ngerjain tugas di kosan teman.”
Pak Damar tidak lagi menjawab, Ia hanya menganggung sambil berjalan menuju pos jaga.
Akhirnya Santi berhasil menemukan kunci di dalam tasnya. Ketika Ia
membuka pintu, kamarnya terlihat gelap gulita, Ia baru teringat lampu
kamar mati sejak pagi tadi sebelum Ia pergi.
“Pak Damar!” teriak Santi.
“Iya, Neng.” jawab Pak Damar sambil berdiri di depan pintu pos jaga.
Santi berjalan mendekat. “Pak, bisa minta tolong? Lampu kamar saya mati, tadi lupa beli.”
“Oh, bisa Neng. Warung di depan masih buka. Sini saya belikan.”
Santi mengeluarkan selembar uang 20rb. “Beli yang bagus ya Pak. Kembaliannya ambil saja.”
“Sip, Neng.”, Ujar Pak Damar sambil mengambil uang dan berjalan pergi.
“Oia, Pak. Tolong sekalian dipasang ya Pak. Langit-langitnya tinggi.
Saya mau mandi, nanti langsung masuk saja. Pintunya ga dikunci.”
Pak Damar mengangguk sambil terus berjalan.
Pak Damar berusia sekitar 50 tahun. Pipinya yang tirus membuatnya
terlihat tua. Selain menjadi penjaga kosan, Ia juga bertani di sawah
belakang kosan. Itu sebabnya warna kulitnya terlihat sangat gelap
kecoklatan.
Santi memasuki kamar, menutup pintu, dan mulai membuka pakaiannya satu
persatu. Ia membuka kaos dan jins yang dipakainya sejak pagi hari.
Melemparkannya ke tumpukan pakaian kotor. Dengan BH dan celana dalam
Santi berjalan ke kamar mandi kemudian menyalakan keran air. Pintu kamar
mandi ditutup. Santi melepas BH dan celana dalam, meletakkannya di
ember yang khusus disediakan untuk pakaian dalam.
Ia mulai mengguyurkan air dari ujung kepala. Segar sekali rasanya ketika
tetesan-tetesan air membasuh rambut, wajah, leher, pundak, dan
payudaranya. Beberapa tetesan kecil menyentuh puting santi yang berwarna
merah muda. Ia kembali mengguyur tubuhnya, kali ini air membasuh perut,
paha, dan bongkahan pantat Santi yang begitu mulus berwarna putih
bersih. Sedikit tetesan air dengan genitnya menjalar ke selangkangan
Santi, menyapu kulit vagina yang tembam, merangsek ke sela-sela vagina
seperti sebuah lidah yang ingin menjilat klitoris.
Santi mulai membersihkan tubuhnya dengan sabun cair. Dioleskan sabun
cair di dada dan payudaranya. Ia menggosok perlahan sambil mengelus-elus
payudaranya. Tiba-tiba darahnya mengalir lebih cepat. Ada gelombang
nafsu yang mulai menguak dari dalam diri Santi. Tidak biasanya Ia
menjadi nafsu karena sentuhan tangannya sendiri, mungkin karena sudah 1
bulan lebih tidak ada yang merambah tubuh indahnya. Elusan tangan kanan
ke payudaranya mulai berubah menjadi remasan, sementara tangan kirinya
bergerak menyentuh vagina yang sudah tidak sabar ingin dimanja.
“Mmpphhhh…” eluh santi keluar dari mulutnya.
Sudah lebih dari 1 bulan yang lalu Santi putus dengan Jaka. Laki-laki
kedua yang pernah bersetubuh dengan Santi. Santi mengakui bahwa Jaka
lebih pintar dalam urusan sex ketimbang pacar pertamanya. Dan itu yang
membuat santi selalu ingin bersama Jaka, hingga suatu hari Santi
mengetahui ternyata jaka berselingkuh. Mengingat kejadian perselingkuhan
Jaka, seketika itu emosi santi muncul. Nafsu yang melanda sebelumnya
hilang begitu saja. Santi bersegera menyelesaikan mandinya. Ia membasuh
sabun-sabun di tubuhnya.
Saat ingin mengeringkan tubuh dengan handuk, santi baru tersadar
handuknya tidak ada. Ia biasa melakukan hal seperti ini – tidak membawa
handuk ke kamar mandi. Santi membuka pintu kamar mandi. Dengan sangat
terkejut, santi melihat sosok seorang pria tua, berwajah tirus, berkulit
coklat tua, sedang duduk di ranjang sambil melihat tubuh santi yang
tanpa busana. Tubuh santi kaku tak bergerak akibat syok, wajahnya
memerah karena malu. Sementara Pak Damar masih terus menatap santi.
Tubuh santi yang masih basah terlihat kemilau akibat pantulan cahaya.
Payudaranya membusung, meneteskan air tepat dari puting merah mudanya.
Dari vaginanya yang seolah mengintip Pak Damar terlihat mengucurkan air
sisa pembersihan tubuh santi. santi berusaha menguasai kembali tubuhnya.
Setelah kesadarannya pulih, dengan cepat santi kembali masuk ke kamar
mandi. Menutup rapat pintu kamar mandinya.
“Ma… maaf Pak. Saya lupa handuknya. Bisa tolong ambilkan di meja?” minta
santi dengan suara gemetar. Klek.. santi seperti mendengar suara pintu
terkunci. Suaranya begitu samar hingga ia tidak yakin betul.
“Ini, Neng.” Ujar Pak Damar dari balik pintu kamar mandi.
Santi membuka sedikit celah kamar mandi, menjulurkan tangannya mengambil
handuk dari tangan Pak Damar. Ia segera mengeringkan tubuhnya.
Santi keluar berbalut handuk – yang sialnya adalah handuk kecil. Handuk
yang ia kenakan tidak mampu melilit seluruh tubuhnya. Ujung handuk ia
pegang dengan tangan kiri, sementara sedikit celah memperlihatkan
pinggul dan paha santi. Dada santi pun tidak tertutup dengan baik,
belahan indah payudara dan sedikit tepian puting berwarna merah muda
mencuat begitu menggoda. Handuk bagian bawah hanya menutupi sekitar 5 cm
ke bawah dari vagina santi. Santi berjalan perlahan, mata Pak Damar
tidak sedetik pun lepas dari tubuh santi.
“Ee.. Neng, itu lampunya sudah saya pasang.” Ujar Pak Damar sambil berdiri memecah kebisuan.
“Iya, pakk..” jawab santi pelan, “Maaf Pak, saya mau pakai baju.” Lanjut
santi, berharap Pak Damar sadar untuk meninggalkan kamarnya.
“Oh, iya Neng. Tapi saya boleh pinjam kamar mandi? Mau buang air kecil.” Pinta Pak Damar.
“Bukannya di luar ada pak yang biasa dipakai.” Sergah santi sedikit kesal.
“Kebelet Neng. Sebentar kok.” Dengan cepat Pak Damar masuk kamar mandi tanpa menunggu persetujuan santi.
Santi mendengar kucuran air seni Pak Damar begitu deras. Segera ia mananggalkan handuk menggantinya dengan daster favoritnya.
Tak lama Pak Damar keluar. Bejalan menghampiri santi.
“Neng Santi, ada yang bisa dibantu lagi?” Tanya Pak Damar. Sekarang ia
telah berdiri tepat di depan santi. Belum sempat santi menjawab
pertanyaan tersebut, Pak Damar mengelus rambut santi.
“Bapakkk…” ujar santi sambil berjalan mundur menghindari tangan kasar Pak Damar.
Pak Damar terus mendekati santi, sementara santi terus mundur menghindar
hingga tubuhnya terbentur tembok. Pak Damar merapatkan tubuhnya ke
santi yang sudah terpojok.
“Pak, jangan pak.” Lirih santi. Sementara tangan Pak Damar kembali mengelus rambut santi yang wangi itu.
“Tenang aja neng. Itu neng Sasha juga lagi asik sama pacarnya. Kita
jangan kalah dong.” Kata Pak Damar dengan tenang penuh keyakinan.
“Pak, tolong pak. Jangan. Saya teriak kalau bapak bagini terus.” Papar
santi penuh ketegaran di tengah posisinya yang tidak baik itu.
“Neng mau teriak? Lalu orang-orang datang. Saya diusir. Tapi besoknya
saya ke sini sama temen-temen lho. Khusus buat Neng Santi.” Ancam Pak
Damar penuh kemenangan.
Santi terteguh mendengar ancaman itu. Membayangkan dirinya dikroyok
orang-orang sekelas Pak Damar. Mengerikan. Santi bukan termasuk wanita
hipersex. Ketika ketakutan melanda pikiran santi, Pak Damar melanjutkan
kata-katanya. “Sudah lah neng. Biasanya juga sama pacarnya kan. Kalau
tidak salah udah lebih dari 1 bulan ga diservis ya neng? Sini sama bapak
aja.” Pak Damar terus meraba santi, kali ini lengan santi menjadi
sasaran. Bulu kuduk santi merinding ketika kulit putih mulusnya
bersentuhan dengan tangan Pak Damar. Ditambah lagi kata-kata Pak Damar
tentang aktivitas sexnya benar-benar membuat santi malu. Wajahnya merah
padam.
“Pak sudah pak. Jangan pak. Tolong.” Dengan wajah nanar santi memohon.
Pak Damar menekan tubuh santi ke bawah. “Isepin kontol bapak ya neng.”
Pinta Pak Damar. Dalam posisi berjongkok, santi kebingungan harus
bagaimana. Tentu ia pernah menghisap penis tetapi bukan dalam
keterpaksaan seperti ini. “Ayo neng. Turunin dulu celana bapak. Trus
isep. Ga perlu saya kasarin kan supaya neng mau. Ato ga harus saya
panggil temen-temen saya kan.” Pak Damar kembali mengancam dengan sikap
begitu tenang.
Santi mulai menurunkan celana pendek Pak Damar. Tangannya gemetar,
keringat dingin mengucur dari pori-pori kulitnya. Santi terus menarik
hingga kaki Pak Damar, ia menatap celana yang telah terlepas tanpa
melirik ke atas.
“Ayo neng, liat ke atas dong.” Perintah Pak Damar sambil tertawa pelan.
Santi mengangkat wajahnya. Terkejut melihat sebuah penis yang sudah
keras tidak lagi ditutupi celana dalam mengacung tepat mengarah ke
wajahnya. “Baa… pak ga pake celana dalam?” pertanyaan polos keluar dari
mulut santi. “Itu ada di kamar mandi. Sama baju dalam kamu yang lain.”
Jawab Pak Damar sambil terkekeh.
Pak Damar memajukan penisnya. Kepala penisnya menyentuh bibir santi yang
manis. “Dibuka neng bibirnya.” Pinta Pak Damar. Santi membuka mulutnya
dengan penuh keraguan. Penis Pak Damar mulai masuk dengan perlahan ke
mulut santi.
Pak Damar mulai menggoyang-goyangkan penisnya menyodok mulut santi,
dengan kedua tangannya yang menggenggam kepala santi. Sementara itu
kedua tangan santi memegang kaki Pak Damar sambil berusaha melepaskan
diri. Mphhh….. mpphhhh… penolakan santi hanya terdengar seperti
lenguhan.
“Ahhh…. Achhh… bibirnya enak banget neng. Ahhh.. terus neng.” Rancau Pak Damar sambil terus menggoyangkan pantatnya.
Berselang 2 menit kemudian. Pak Damar berhenti mengocok penisnya, tetapi
ia membiarkan penis hitamnya tetap di dalam mulut santi. Nafas santi
mulai terengah-engah. “Neng, lidahnya mainin dong di dalam.” Pinta pa
damar, “Achh… iyaaahhh.. gitu neng… pinter bangettt.. achhhh….” Lidah
santi bergoyang-goyang mengelus-elus penis di dalam mulutnya dengan
lembut. Kepala penis Pak Damar selalu tersentuh lidah santi. Sesekali
ada hisapan yang santi lakukan. Pak Damar semakir merancau menikmati
penisnya dalam mulut santi.
“Sudah Neng Santi. Saya ga kuat sama lidah neng. Ahhh….” Pak Damar
mengangkat tubuh santi. “Pacar neng untung banget dapetin neng. Cantik,
mulus, jago ngisep kontol.” Pak Damar mulai kembali mengelus lengan
santi yang tidak tertutupi.
“Pak sudah pa. haahhh… jangan dilanjutkan pak.” Keluh santi dengan wajah
memelas meminta menyudahi permainan Pak Damar dengan nafas
terengah-engah. Pak Damar menyibakkan rambut santi kebelakang, lehernya
yang jenjang terbuka lebar. Dengan sigap Pak Damar mulai mencium lembut
dan menjilat leher santi. Sementara tangannya meraba perut santi.
“Mpphhhh… pak, sudaahh.. ahh.. mpphhh..” Gejolak nafsu mulai melanda
santi, namun ia tetap berusaha menahannya sekuat tenaga. Pak Damar
membalikkan tubuh santi, ia menyibak rambut yang menutupi leher dan
tungkuk. Pak Damar kembali menciumi sambil menjilat bagian sensitif
santi tersebut. “ahhh… pak hentikannn.. mmppphhhh.”
Pak Damar mendekatkan bibirnya ke kuping santi. “Neng Santi ini seksi
sekali. Tadi saya intip dari etalase waktu neng mandi. Enak ya neng
ngeremes tetek sendiri. Saya bantu ya sekarang.” Bisik lebut Pak Damar
ke telinga santi. Mendengar bisikan itu santi seperti kehilangan
harapan. Dilihat tanpa busana, ketahuan ML, dan sekarang ia tahu Pak
Damar melihat saat ia akan masturbasi.
“Saya remes ya neng teteknya.” Jemari Pak Damar merambat menuju 2
payudara santi. Saat jemari menyentuh payudara. “Lho, ga pake BH,
neng?!” Tanya Pak Damar dengan sedikit terkejut. “Jangan-jangan?!”
dengan cepat tangannya menyibak daster membuka bongkahan pantat santi.
“Wah, si Neng bisa aja. Bilang ga mau tapi udah siap-siap gini.” Ledek
Pak Damar. “Kan, mau tidur pak.” Ujar santi membela diri dengan percuma
sambil membalikan wajah sementara jarinya tergigit di mulutnya. Pak
Damar sibuk meremas pantat, sementara tangan kirinya meremas payudara
santi. Posisi berdiri santi yang sedikit menungging semakin membuat
seksi tubuhnya. “Paakkkk…”, “Iya santi”, “Sudah ya mpphhh.. pakkk..”,
“Yakin neng?” jemari Pak Damar menyentuh bibir vigina santi. “Achhh…
paa..”. tangan Pak Damar menjulur ke wajah santi, memperlihatkan
jemarinya yang tadi menyentuh bibir vagina santi.
“Neng Santi, ko basah ya?” canda Pak Damar. Santi menatap Pak Damar
sambil tersenyum malu. “Bapak jahat ih.” suara manja terlontar dari
mulut santi yang sebelumnya diisi penis Pak Damar. Tangan Pak Damar
kembali mengelus pinggul santi. Sambil menciumi leher, Pak Damar
berbisik, “Neng Santi, mau dilanjutin ga ni?”, “Mmmpphhh.. lanjutin apa
pakkk?”, “n.g.e.n.t.o.t”, “ih, acchhh.. bapakkk..” tangan Pak Damar
mulai meremas payudara santi. “Iya pakkk.. lanjutinnnn paak.. aahhh..”
“Pakkk.. aku mau ciuman yah.” Pak Damar mendekatkan wajah. “Mmpphhh..
pak, kontolnya aku pegang yah.. aku suka banget sama kontol bapak.”
Bujuk santi. Pak Damar dan santi mulai saling berciuman. Lidah mereka
saling melipat, bergesekan dengan lembut. Meningkatkan birahi keduanya.
Mmpphhh…. Mmpphhhh… “Pak gendong aku ke kasur ya.” Pak Damar langsung
mengangkat santi, merebahkannya ke atas kasur.
Santi menapat Pak Damar. “Pak, aku malu. Kayak cewe murahan.”, “Ngga ko
neng. Nikmatin aja.”, Pak Damar kembali melibas bibir santi. Mmpphhhh…
desah santi yang mulai tidak ditahan lagi. “Pak Damar. Mmphhh..
telanjangi aku. Mphh..”
Pak Damar mulai mengangkat daster santi. Vagina santi yang tembam
ditutupi rambut-rambut tipis tercukur rapih. Pak Damar tak henti menatap
tubuh santi yang terbuka perlahan, memperlihatkan keindahannya.
Santi mengangkat tangannya. Membiarkan daster favoritnya terlepas dari
tubuh yang sekarang tidak tertutupi sehelai kain pun. Payudara santi
yang tidak terlalu besar membusung dengan puting menegang, seakan
meminta dijamah. Pak Damar memulai kembali dengan menciumi dan menjilati
leher santi. Lenguhan terlepas dari mulut santi. Darah mendesir lebih
cepat.
Pak Damar menurunkan ciumannya ke payudara santi. Menjilat turun di sisi
payudara, berputar mengelilingi payudara santi. “eeuhhh.. pak, aku
nafsu bangettt…” rancu santi memohon Pak Damar meningkatkan agresivitas.
Pak Damar menjilat kecil puting santi yang sudah sangat keras. Ia
memberi kecupan kecil. “Neng Santi, putingnya keras banget.” Ujar Pak
Damar sambil menatap santi yang sedang memejamkan mata. “mmpphhh.. iya
pak. Emut puting aku pakkk.. remesss…” pinta santi.
Pak Damar mengemut puting santi sambil memainkan lidahnya, sementara
tangan kanannya merepas payudara santi yang lain. “aahhh… eemmmppp…
enaakkk pakk..” santi meremas rambut Pak Damar, menekan kepala Pak Damar
ke payudaranya. “uughhh… pakk, mau ngentottt. Mauu kontolll.. aahhh..”
rancu santi tak terkendali. Ia melepas cengkraman dari kepala Pak Damar.
Pak Damar mengangkat tubuhnya melepaskan mulutnya dari puting santi. Ia
mendekatkan diri ke wajah santi. Penisnya yang keras mengacung tepat di
wajah santi.
“Tadi neng ga mau, bukan?” pancing Pak Damar. Santi mendekatkan
hidungnya ke ujung penis Pak Damar. Menyentuh tepat di lubang kecil
penis Pak Damar. Ia menghirup perlahan aroma penis yang khas sambil
memejamkan mata. Ujung hidungnya merambat ke pangkal penis, pipi santi
pun menempel ke batang penis Pak Damar.
“Sekarang aku mau pak. Sampe masuk kontol bapak ke memek aku juga aku
mau.” Nafas santi mulai memelan, “aku emut lagi ya pak.” Pak Damar
merubah posisinya, ia menyandarkan punggungnya ke tembok dengan posisi
terduduk. Santi menundukkan wajahnya mendekati penis dengan posisi
menungging di atas kasur. Jari jemarinya yang manis mulai menyentuh
lembut kulit penis Pak Damar. Digenggamnya penis dengan satu tangan.
Santi mulai menggerak-gerakkan tangannya ke atas-bawah.
“aacc..chhh… eehhh.. aahhh nenggg…”
“Enak ya pakk..” ucap santi sambil menatap genit ke arah Pak Damar.
“eemmmhhhh…” sinta menjulurkan lidahnya. Menjilat ujung kepala penis yang semakin mengeras.
Tak lama jilatan sinta berubah menjadi emutan dan hisapan di kepala
penis dengan tangannya yang masih terus mengocok. Pak Damar terus
mendesah semakin keras. Lidah sinta bermain-main di dalam mulutnya,
mengelus-elus kepala penis. Tiba-tiba Pak Damar bergetar kuat.
“aachhhhh….” Sebuah erangan panjang keluar dari mulutnya. Cairan sperma
meleleh dari dalam penis.
“mmpphhhh..” santi masih mengocok penis dengan tangan kanannya, mulutnya
masih diisi kepala penis Pak Damar menanti tetesan terakhir sperma. Ia
melepaskan penis dari mulutnya, mengangkat kepalanya menghadap Pak Damar
dengan wajah penuh senyum. “Liatin sperma bapak dong, neng.” Pinta Pak
Damar. Sinta membuka mulutnya, menjulurkan lidahnya yang dipenuhi cairan
berwarna putih susu.
Santi kembali menutup mulutnya. Tidak segera menelan sperma, ia justru
memainkan sperma itu di dalam mulutnya. Menikmati aroma dan rasa
sekaligus sensasi tersebut. Glek… sperma Pak Damar menuju perut santi.
Santi menyeringai dengan wajah penuh kegembiraan. Ia mendekat ke Pak
Damar, melupat bibir penjaga kosannya.
“Seneng banget sih, neng?” Tanya Pak Damar sambil mengelus payudara yang tidak tertutupi apapun.
“Sperma bapak enak.” Ucap santi dengan sedikit malu-malu sambil merebahkan tubuhnya di atas dada Pak Damar.
“Istirahat dulu ya neng. Nanti lanjutin.”
“Lanjutin apa pak?” Tanya santi sambil melihat Pak Damar.
Tidak langsung menjawab, Pak Damar menggerakkan tangannya. Menyentuh
bibir vagina santi, kemudian menyelusupkan jari tengahnya ke sela bibir
vagina. “lanjutin ini. Ngeringin memek kamu. Nih, basah.”
“ahhhh… mpphhhh…” eluh santi sambil menggigit bibir bawahnya, “ga ah,
pak. Malu aku ngentot sama penjaga kosan.” Ucap santi sambil memejamkan
matanya, menikmati sentuhan lembut di vaginanya.
“Supaya neng mau harus gimana?” Tanya Pak Damar.
Perlahan paha santi menjepit tangan Pak Damar, sementara tangannya
mencengkram pergelangan tangan Pak Damar. Tubuhnya tidak ingin jejari
Pak Damar lepas dari vaginanya.
“Katanya tadi ga mau dilanjutin.” Protes Pak Damar.
“Aku binal ya pak?” Tanya santi dengan wajah sayu.
“Neng Santi itu bispak. Bisa bapak entot kapan aja bapak mau.”
“aahhhh.. bapak jahat.. mmpphhh.. masukin jarinya pakk…”
“Lanjutin nanti ya neng. Istirahat dulu.”
“Bapak bilang yang mesum-mesum dulu dong.” Pinta santi.
“Memek Neng Santi mau dijilatin nanti?” santi mengangguk, “Dimasukin kontol bapak? Kita ngentot.”
“Mau banget, pak” jawab santi dengan berbisik.
“Sampai puas!” ucap Pak Damar ikut berbisik. Mereka kembali berciuman. Kemudian tertidur bersama.
Pukul 03.00, santi masih tidur dengan nyenyak. Dalam mimpinya, santi
merasakan kenikmatan yang menjalar di seluruh tubuhnya. Entah ia sedang
‘mimpi basah’ atau tidak, tetapi ada eluhan-eluhan yang keluar dari
mulutnya. Mmpphhhh… mmpphh…
Santi mulai sadar di tengah tidurnya. Matanya masih terpejam, tetapi Ia
semakin menyadari kenikmatan di sekujur tubuhnya. Membiarkan tubuhnya
menggelinjang kenikmatan. Santi tidak ingin membuka matanya, kemudian
terbangun dari tidurnya. Ia ingin menikmati tidurnya yang penuh
kenikmatan.
Lambat laun kesadarannya semakin menguat saat mendengar suara-suara
kecupan. Santi mulai teringat bahwa Ia sedang tidur dengan Pak Damar
tanpa busana yang menjanjikan kelanjutan permainan mereka. Santi membuka
matanya untuk meyakinkan diri tentang apa yang dari tadi Ia rasakan.
“Pakkk… mmpphhhh.. curannggg..” ucap Santi sambil menggigit bibir
bawahnya menatap Pak Damar yang sedang menjilat vagina Santi.
Pak Damar mengangkat wajahnya. “Neng tidurnya nyenyak banget. Bapak ga
enak banguninnya.” Tangan Pak Damar mengelus-elus paha Santi. “Jadi
bapak mulai aja duluan.” Ucapnya sambil tersenyum. Santi membalas dengan
senyum manis, kedua tangannya menjulur ke arah Pak Damar. Pak Damar
mendekat, mendekap dalam pelukan Santi.
“Enak ya, neng. Kayak mimpi melayang-layang.”
“Mmm..” Jawab Santi dengan suara menggoda.
Mereka mulai bercumbu, dengan tangan saling meraba tubuh lawannya.
Mmpphhh… hhmmmm…. Eluh masing-masing. Pak Damar mulai menurunkan
kecupannya ke leher, dada, payudara, puting, perut, hingga ia kembali
berkonsentrasi ke vagina Sinta. Diawali dengan kecupan kecil. “mmpphhh..
pakkk…” kemudian jilatan panjang, menjilat seluruh bagian luar vagina
Sinta. Sinta mendesah semakin keras. Akhirnya Pak Damar memulai emutan
di vagina Sinta, lidahnya menjulur masuk menjilat-jilat bagian dalam.
“aaacchhh… ennakkk pakk.. eehhhmmpphhh…”
Slurrppp… slurrppp.. jilatan, hisapan, dan emutan Pak Damar bersuara
semakin keras. Tubuh Santi tidak sanggup menahan kenikmatan dari
vaginanya. Ia mengangkat pantatnya, mendorong vaginanya ke mulut Pak
Damar yang sedari tadi menempel, seakan menginginkan lebih. Pak Damar
paham betul, Ia mengangkat wajahnya, kemudian meletakkan jari jemarinya
di bibir vagina Santi.
“Haahhh… aahhh..” nafas Santi memburu, “Iya begitu pakk.. eemmppphhh…”
Santi menengadahkan wajahnya sambil mendesah saat jari tengah Pak Damar
menekan dan mengelus klitorisnya. Pak Damar mendekatkan wajahnya ke
Santi, Santi menyambut dengan ciuman begitu ganas. Nafsu telah menguasai
tubuhnya.
Tangan Pak Damar sudah terjepit kuat paha Santi. Hanya jari jemarinya
yang masih bisa bermain-main di vagina Santi. Santi terus menggelinjang
kuat dengan suara desahan yang tertahan akibat berciuman dengan Pak
Damar, merapatkan tangannya di punggung Pak Damar.
“Acchhhh… Pakkk, enakkk.. mmpphhhh..” lenguh Santi melepaskan ciumannya.
Pak Damar semakin bersemangat ketika melihat ekspresi wajah Santi
dipenuhi nafsu. Membayangkan seorang wanita yang usianya belum mencapai
setengah usia Pak Damar, dipenuhi nasfu ingin bersetubuh. Pak Damar
mempercepat gesekan jarinya di vagina Santi.
“Aaaaccchhhhh….” Desahan panjang Santi disertai tubuhnya yang tiba-tiba
menjadi kaku. Pahanya mencengkram kuat tangan Pak Damar hingga tidak
bisa bergerak. Cairan bening keluar dari vagina Santi. Wajahnya
meringis. Ia melonggarkan pahanya, melepaskan tangan Pak Damar. Sesekali
tubuhnya masih mengejang, sementara dari vaginanya masih mengeluarkan
cairan kenikmatan. Wajahnya masih dipenuhi ketegangan, hingga akhirnya
senyum kepuasan menghiasi wajahnya.
“Enak banget, pak.” Ucap Santi dengan vagina yang masih menetesnya cairannya.
“Iya, bapak suka liat kamu lagi nafsu begitu.” Pak Damar mendiamkan Santi untuk beristirahat sejenak.
5 menit berlalu, mereka berbincang-bincang tertutama mengenai pengalaman
Santi bersetubuh dengan lelaki lain. Santi merasa malu membicarakan hal
tersebut, tetapi karena nafsunya masih tinggi membuatnya tidak lagi
peduli.
“Pak Damar ga nikah?” Tanya Santi sambil mengelus-elus penis Pak Damar.
“Ada yang muda-muda kayak Neng Santi buat apa nikah.” Jawab Pak Damar
membiarkan penisnya tetap mengeras. Mendengar jawaban tersebut, Santi
teringat Mbak Wulan dan 3 mahasiswi lainnya yang dulu menempati kosan
ini.
“Mmm.. Pantesan Mbak Wulan sama yang lain dulu betah banget ya ngekos
disini. Jadi gara-gara ini.” Ucap Santi sambil mengocok penis Pak Damar,
“Enak ya pak. Bisa ngentotin mahasiswi cantik terus.” Ketus Santi.
Selain dirinya masih ada 2 mahasiswi yang saat ini menempati kosan
tersebut. Apa Sasha dan Nadya pernah begini juga ya? Tanya Santi dalam
pikirannya.
Pak Damar merubah posisinya, jari tangannya menyentuh bibir vagina Santi
yang masih basah. “Udah ga sabar ya neng dimasukin kontol bapak?” Santi
hanya mengangguk pelan, wajahnya tidak mampu menutupi kegembiraan atas
pertanyaan Pak Damar. Santi mengambil kondom di laci meja belajarnya.
Dengan penuh kasih sayang, ia mengelus-elus penis Pak Damar kemudian
mengulum, memastikan penis itu telah mengeras kuat. Kondom tipis dengan
perlahan disarungkan ke penis Pak Damar. Santi tersenyum tipis,
membayangkan kenikmatan yang akan didapatnya.
Pak Damar memposisikan diri di atas tubuh Santi. Dengan paha terbuka,
Santi tidak sabar menanti penis memasuki liang vaginanya. Kepala penis
Pak Damar menempel dan menggesek-gesek bibir vagina Santi. “Neng, ga mau
masuk nih. Mesti dibujuk dulu.” Ucap Pak Damar menahan jegolak nafsunya
menyetubuhi Santi. Santi paham maksud Pak Damar, Ia menggenggam pinggul
Pak Damar. Tetapi bukannya langsung menarik pinggul tersebut agar penis
Pak Damar masuk, Santi mengawalinya dengan raut wajah penuh nafsu.
“Pakkk… Masukin kontolnya ke memek aku yah.” Ucap Santi dengan nada
memohon, “Aku udah ga kuat. Pengen ngentot, pakk.” Santi mulai menarik
pinggul Pak Damar. Nafsu Pak Damar meningkat mendengar permintaan Santi,
Ia pun mulai mendorong penisnya.
Penis Pak Damar mulai menjelajahi liang vagina Santi. “Uughhh.. Neng, enak banget memeknya. Mmpphhh..”
“Dorong terus pak. Masukin semuanya. Kontol bapakk kerr..ass bangett.. mmpphhhh..” Ucap Santi diakhiri desahan.
Perlahan seluruh penis Pak Damar masuk ke dalam vagina Santi. Mereka
berdua bercium seperti sepasang kekasih. “Ayo, pak. Kocokin ke dalem.
Aku suka kontol bapak.” Rajuk Santi. Pak Damar tersenyum senang,
kemudian mulai menarik penisnya. Mmpphhhh… keduanya berdesah.
Pak Damar memulai persetubuhannya dengan tempo perlahan. Ia menarik dan
mendorong penisnya perlahan untuk menikmati betul vagina Santi yang
masih sempit. Sesekali Pak Damar mendorong dalam penisnya, hingga Santi
mendesah panjang. Perlahan Pak Damar meningkatkan kecepatannya menggesek
vagina Santi.
“Accchhhh… iya pak. Terus pak.. enakkk.. eeuuhhhh.. mmpphhhh.. kontol
bapak ennaaakkk…” Santi mulai merancau saat gesekan penis Pak Damar
semakin cepat. Nafas keduanya semakin menggebu.
“Memek neng sempit banget.. aaccchhhh… mmppphhhh…”
“Iya pakkk… teruss.. uugghhhh… kocok terus pakkk..” Pak Damar semakin cepat mengeluar-masukkan penisnya.
“Tengkurep neng. Aahhhh…”
“Iyah pakkk… accchhh… jangan dilepas pak kontolnya.. enak bangettt…”
Santi membalik tubuhnya tanpa melepas penis dari vaginanya. Pak Damar
memandangi bongkahan pantat putih bersih dengan penisnya yang
keluar-masuk vagina santi. Nafsunya menggila. Ia mengocok semakin cepat.
“Accchhhh, enakan pakee jari ato kontol, nenggg?” Tanya Pak Damar dengan nafas menggebu.
“Kontol… Santi suka pakkeee konn.. toll bapak.. aaaahhhh.. terus pak..”
Pak Damar mengangkat pinggul Santi, ingin Santi menungging. Pak Damar
terus mengocok vagina Santi yang semakin basah hingga terdengar suara
kecipak air.
“Uuughhhh… ga kuat pakkk… aacccchhhhh.. oooghhhh…” Tubuh Santi bergetar,
ada lelehan cairan keluar dari vaginanya. Pak Damar menahan penisnya di
dalam tanpa gerakan. Menidurkan Santi dalam posisi terkelungkup. Pak
Damar menindih tubuh Santi, sambil menggoyang-goyangkan penisnya
perlahan.
“hhaaahhhh… enak banget pak.” Pak Damar mengecup pipi Santi.
“Mau lagi neng?”
“Sampe bapak puas. Memek aku buat kontol bapak.” Ucap Santi sambil mencium bibir Pak Damar.
Pak Damar mulai kembali mengocok vagina Santi dengan penisnya. Tangannya
menyelusup ke payudara Santi. Meremas kuat tetapi lembut. Nafas Santi
kembali meningkat. Ia melirik kebelakang, melihat pantat Pak Damar yang
hitam bergoyang naik-turun. Sementara pantatnya sendiri tertindih Pak
Damar. Santi menjulurkan tangannya, mengelus pantat Pak Damar.
“Uuughhhh.. mmppphhh.. terusss pakk. Entotin akuuu..” rancau Santi
sambil memejamkan matanya menikmati hujaman penis Pak Damar.
Pak Damar kembali mengangkat pinggul Santi. Menginginkan posisi itu
kembali. “aacchhh… pakkk udah mau keluuarr?” Tanya Santi dengan nafsu
terus menggebu. “Iya neng.. accchhh… sebentar lagii…” Pak Damar
mempercepat kocokannya.
Santi menggigit bantal di depan wajahnya. Menahan kenikmatan di sekujur
tubuhnya. Sementara tangannya meremas-remas kain sprei hingga sangat
berantakan. “Ooohhhh,,, ooogghhh…. Pakkk ga kuaattt. Mau keluar lagiii..
oouugghhhh…” lenguh Santi tidak mampu menahan diri. “Iya, nengg. Bareng
sama bapak.. aacchhhh…”
Pak Damar menekan dalam penisnya ke vagina Santi. Spermanya keluar
tertahan kondom yang dikenakan. Sementara vagina Santi kembali
mengeluarkan cairan bening. Keduanya melenguh bersamaan. Panjang.
Terdengar penuh kenikmatan.
Santi kembali tertidur dengan posisi terkelungkup, sementara Pak Damar
menindih di atasnya. Penisnya tetap berada di dalam vagina Santi yang
masih berkedut. Tubuh keduanya dibasahi keringat yang keluar dari
pori-pori.
“Enak, neng?”
“Enak banget pak. Makasih ya.” Jawab Santi sambil mencium bibir Pak Damar.
“Bapak ke kamar ya neng.” Ucap Pak Damar sambil mencabut penisnya. Melepaskan kondomnya kemudian membuangnya di tempat sampah.
“Iya pak. Aku mau langsung mandi. Ada kuliah pagi.” Jawab Sinta. Pak
Damar segera mengenakan pakaiannya kemudian kembali ke kamarnya setelah
sebelumnya mencium Santi.
Santi mengambil handuknya di atas rak. Menuju kamar mandi, menutup rapat
pintunya. Ia melihat tumpukan pakaian dalam yang kotor. Celana dalam
Pak Damar ada di sana. Santi meremas celana dalam itu. Ia memikirkan apa
yang baru saja selesai Ia dan Pak Damar lakukan. Memalukan, tetapi
dirinya sendiri tidak mampu menahan gejolak nafsu. Santi mendekatkan
celana dalam itu ke hidungnya, teringat saat-saat hidungnya menyentuh
ujung kepala penis Pak Damar. Santi tersenyum.
End
uena tenan.... www.lekasdiklat.org
ReplyDelete